INFOBERAU.COM, TANJUNG REDEB – Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Tanjung Redeb sudah selayaknya berganti status menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Hal ini disampaikan oleh Kepala Rutan Tanjung Redeb, Dwi Hartono. Pasalnya, kata mantan Kepala Lapas Kota Samarinda ini, mayoritas penghuni Rutan adalah narapidana yang menjalani hukuman di atas 1 tahun.
Dwi Hartono menjelaskan, Rutan merupakan tempat bagi terdakwa atau tersangka yang ditahan sementara sebelum keluar putusan pengadilan yang bersifat tetap (inkracht).
“Jadi Rutan itu fungsinya sebagai tempat penitipan atau penahanan sementara dan tidak ada fungsi pembinaan,” jelasnya.
Sedangkan penghuni Lapas merupakan narapidana yang sedang menjalani masa hukuman sesuai keputusan inkracht dari pengadilan.
Di lapas ini lah para narapidana menjalani hukuman dan mendapat pembinaan, agar bisa kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Saat berada di lapas, mereka akan mendapat kesempatan untuk belajar mengembangkan diri. Membuat berbagai kerajinan atau keahlian lain, sehingga saat bebas nanti, mereka bisa membuka usaha.
Dwi Hartono juga mengatakan, meski rutan dan lapas memiliki perbedaan, namun keduanya tetap berada dalam satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktoral Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
Keduanya juga menggunakan penggolongan umur, jenis kelamin, dan jenis tindak pidana yang dilakukan.
Saat ini, Rutan Tanjung Redeb menampung 825 narapidana. Sementara, kapasitas rutan maksimal 195 orang. Akibatnya, setiap ruangan berjejal.
Dari 825 warga binaan Rutan Tanjung Redeb,77 di antaranya adalah wanita.
“Blok (sel) wanita ini yang memprihatinkan. Karena sebenarnya, kapasitas ruangan itu, satu kamar hanya 15 orang. Ada dua kamar. Jadi sebenarnya jumlah warga binaan perempuan maksimalnya hanya 30, sekarang jumlahnya ada 77 orang,” bebernya.
Karena itu, Rutan Tanjung Redeb saat ini mengupayakan penambahan ruangan khusus warga binaan wanita. “Itu (blok wanita) dan ruang besuk adalah prioritas,” ungkapnya.
Penambahan ruangan ini, kata Dwi Hartono telah diajukan tahun 2019. Namun hingga akhir tahun, pihaknya masih belu mendapat respon dari Kemenkum HAM. Termasuk mengajukan permohonan ke Pemkab Berau, mengingat sebagian besar warga binaan Rutan Tanjung Redeb, adalah warga Berau.
“Tahun 2020 nanti akan kami usulkan kembali. Karena usulan kami tahun 2019 ini rupanya belum diterima bupati. Kami sudah kirim, tapi setelah kami tanyakan ke bupati, katanya suratnya belum masuk,” ujarnya.
Agar tidak terlalu sesak, dan berisiko terhadap kemanana rutan, sejak tahun 2016 lalu, Ritan Tanjung Redeb menolak tahanan titipan dari daerah lain, seperti dari Kabupaten Bulungan.