INFOBERAU.COM, TANJUNG REDEB – Kapolres Berau, AKBP Edy Setyanto mengingatkan para pelajar dan remaja agar tidak mengikuti tantangan yang dinamakan Skull Breaker Challenge, yang trending dengan tanda pagar #skullbreakerchallenge. Dalam bahasa Indonesia, skull breaker artinya pemecah tengkorak.
“Tolong anak-anak dijaga ya, lagi ada tren baru ngerjain orang model begini. Ini bahaya banget. Anak-anak itu tidak tahun resikonya,” tegas AKBP Edy Setyanto.
Kapolres Berau juga meminta para orangtua dan pihak sekolah agar memberikan pemahaman tentang tantangan maut ini. Pasalnya, anak-anak punya kebiasaan meniru adegan yang disaksikannya di media sosial.
Tantangan yang dilakukan dengan melibatkan tiga orang ini dinilai sangat membahayakan, dan banyak diunggah di TikTok maupun Twitter.
Awalnya tantangan ini viral di media sosial setelah video yang diunggah oleh akun Twitter Yasa for Road Safety, @yasalebanon, pada Kamis (13/2/2020).
Dalam video berdurasi 4 detik itu, terlihat tiga orang remaja berdiri berjajar. Kemudian, ada seseorang memberikan aba-aba agar mereka lompat berbarengan.
Namun, remaja yang berdiri di tengah terjatuh karena saat melompat kakinya dijegal oleh dua temannya.
Dalam unggahan itu disebutkan bahwa anak tersebut meninggal dunia karena mengalami pendarahan saat melakukan Skull Breaker Challenge.
Meski demikian, video dengan aksi yang sama beredar di media sosial. Salah satu video menunjukkan tiga orang pria melakukan tantangan yang sama dalam video berdurasi 43 detik.
Setelah melakukan aksi tantangan itu, pria yang berdiri di tengah tergeletak dan tidak bergerak. Banyak yang mengingatkan bahaya dari tantangan ini dan imbauan agar tak melakukan hal yang sama.
Apa bahaya di balik #skullbreakerchallenge ini? Dikutip dari Kompas.com, Dokter Spesialis Ortopedi yang juga Sekjen Perhimpunan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI), Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, menjelaskan, melakukan tindakan seperti dalam skull breaker challenger dapat berakibat fatal, di antaranya menyebabkan kecacatan, bahkan kematian.
“Ini bukan bahaya lagi. Fatal bisa menyebabkan kematian, cacat dan kelumpuhan akibat cedera tulang belakang,” ujar Adib.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) ini juga mengungkapkan, jika terjadi benturan di leher, dapat mengakibatkan cedera vertebra cervical.
Benturan ini bisa mengakibatkan kelumpuhan otot pernapasan dan mengakibatkan kematian karena gagal napas,menyebabkan cedera sumsum tulang belakang sebagai kardiorespirasi (sistem jantung dan sistem pernapasan).
Menurut dia, selain dislokasi, tantangan tersebut juga dapat menimbulkan fraktur tulang. Achmad menjelaskan, jika korban mengalami benturan dengan benda keras, maka bisa berdampak pada kematian.
“Tak hanya itu, korban juga dapat mengalami cedera otak atau cedera cervical yang juga menyebabkan kematian pada tulang yang ada kelainan dengan atau tanpa cedera saraf,” ujar dia.
